Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
nasional

Jejak Kontroversial PT Gag Nikel: Dari Hentikan Operasi hingga Dapat Restu Lagi

59
×

Jejak Kontroversial PT Gag Nikel: Dari Hentikan Operasi hingga Dapat Restu Lagi

Sebarkan artikel ini
PT Gag Nikel

Jakarta, Baralaknusantara.com – Kembalinya tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, memunculkan tanda tanya besar. Meski pemerintah berdalih tambang tersebut telah mengantongi peringkat hijau dalam Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER), sejumlah kalangan menilai ada permainan kepentingan di balik keputusan tersebut.

Presiden Prabowo Subianto bahkan sampai harus memerintahkan audit lingkungan secara intensif kepada Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq. Pemerintah menyebut pengawasan akan dilakukan lebih sering, dari enam bulan sekali menjadi dua bulan sekali.

BACA: Negara Tidak Boleh Kalah, Menteri ESDM Pastikan Penindakan Tambang Ilegal Sejalan Komando Presiden

Namun, keputusan politik untuk mengizinkan kembali operasi tambang justru dianggap tidak konsisten dengan regulasi yang berlaku.

Rekam Jejak Bermasalah

PT Gag Nikel bukan tanpa catatan. Sebelum dihentikan operasinya pada Juni 2025, perusahaan ini sempat menjadi sorotan karena potensi kerusakan ekosistem di Pulau Gag yang masuk kategori pulau kecil.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, aktivitas tambang di pulau kecil dilarang karena dapat menyebabkan abrasi, pencemaran laut, serta hilangnya fungsi ekosistem pesisir.

“Faktanya, izin operasi kembali justru melabrak semangat perlindungan pulau kecil sebagaimana diatur dalam undang-undang,” ujar seorang peneliti lingkungan dari Papua, yang meminta identitasnya dirahasiakan.

BACA: Penutupan Bukan Akhir: Aktivis Banten Desak Bareskrim Seret PT Pancur Gading dan Aktor Politik di Baliknya

Di balik izin operasi kembali, terselip dugaan adanya hubungan politik dan kepentingan ekonomi. PT Gag Nikel disebut memiliki akses langsung ke lingkaran elite pusat, sehingga mampu mengamankan kembali izin operasi meski banyak penolakan publik.

Seorang aktivis Baralak Nusantara di Jakarta menyebut, “Bukan rahasia lagi bahwa tambang besar di Papua seringkali tidak lepas dari lobi-lobi politik. Raja Ampat adalah kawasan strategis, bukan hanya karena kekayaan hayatinya, tapi juga karena cadangan mineralnya.”

 Raja Ampat Bukan untuk Ditambang

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menegaskan bahwa tambang di Raja Ampat adalah bentuk pengkhianatan terhadap komitmen perlindungan lingkungan.

BACA: Mafia Tambang Terdesak: Prabowo Cabut IUP di Raja Ampat, Targetkan 1.063 Tambang Ilegal

“Pulau Gag adalah pulau kecil yang seharusnya tidak boleh ditambang. Keputusan ini jelas mengabaikan aturan dan hanya menguntungkan segelintir elite,” katanya, Jumat (12/9/2025).

Arie menambahkan, jika tambang tetap beroperasi, maka yang paling dulu merasakan dampaknya adalah masyarakat adat di sekitar pulau, yang kehidupannya bergantung pada laut dan ekosistem pesisir.

Dengan beroperasinya kembali PT Gag Nikel sejak 3 September 2025, para pegiat lingkungan meminta publik lebih kritis. Klaim peringkat hijau dalam PROPER disebut tidak menjamin keberlanjutan lingkungan.

“Ini bukan hanya soal izin, tapi soal masa depan Raja Ampat. Jika publik diam, maka suatu saat kita hanya akan mewariskan kerusakan kepada generasi mendatang,” pungkas Arie.