Banten, (BN) – Gelombang demonstrasi mahasiswa di Senayan dalam empat hari terakhir bukan sekadar riuh suara di jalanan. Spanduk berkibar, orasi menggema, dan aparat berjajar mengawal gedung parlemen. Namun di balik hiruk-pikuk itu, satu tragedi meninggalkan luka mendalam: Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online, tewas terlindas kendaraan aparat saat kericuhan pecah.
Affan bukan aktivis, bukan elit politik, bukan pula orang yang mencari sorotan. Ia hanya anak muda sederhana yang bekerja demi keluarga, tetapi harus pulang dalam peti jenazah. Tragedi ini, menurut aktivis muda Banten, Pujianto Putra Goib, menjadi alarm keras bagi bangsa.
“Ini bukan sekadar kecelakaan. Nyawa rakyat kecil kembali dikorbankan di tengah hiruk-pikuk politik elit. Ada yang salah dalam cara negara menjaga warganya,” ujar Pujianto dalam keterangannya. Jum’at (29/8/25).
Mahasiswa Tetap Garda Terdepan
Pujianto menegaskan bahwa tragedi Affan harus membuka mata semua pihak: mahasiswa dan rakyat tidak boleh kehilangan arah gerakan.
“DPR adalah rumah rakyat. Kalau rakyat marah, pintu itu yang harus diketuk. Mahasiswa harus tetap menjadi garda terdepan perubahan, bukan sekadar pelengkap penderita. DPR bukan sekadar simbol, tapi sumber semua keputusan politik bangsa. Kalau mereka menutup telinga, mahasiswa dan rakyat berhak mengetuk lebih keras,” katanya.
Ia juga mengingatkan kemungkinan adanya penumpang gelap yang selalu mengintai setiap kali gelombang besar rakyat lahir “Penunggang gelap selalu ada. Ada elit yang melihat darah mahasiswa sebagai tiket menuju kursi. Ada kelompok yang meniupkan api bukan untuk menerangi, tapi untuk membakar persatuan. Gerakan mahasiswa harus murni, jangan jadi panggung politik praktis,” tegasnya.
Pujianto menyebut tanda-tanda penunggangan itu sudah tampak, spanduk provokatif, narasi di media sosial, hingga provokasi di lapangan. Semua itu, katanya, bukan untuk rakyat, tapi untuk kepentingan segelintir elit.
Menurut Pujianto, kematian Affan Kurniawan harus dijadikan titik balik gerakan rakyat. “Aparat hanyalah tangan. Kepala dari semua ini ada di parlemen. Kalau DPR bekerja benar, mengawasi sungguh-sungguh, tragedi seperti ini tak akan terjadi,” ujarnya.
Ia menegaskan dirinya berbicara bukan demi panggung, melainkan untuk menjaga arah perjuangan rakyat.
“Saya tidak rela mahasiswa idealis diperalat. Tidak rela rakyat kecil jadi korban permainan elit. Karena itu saya ajak mahasiswa dan rakyat: jangan berhenti, terus kawal, terus arahkan energi pada sasaran yang benar. Untuk perubahan, mahasiswa akan selalu jadi garda terdepan,” pungkasnya. (red)




















