Majalengka, (BN) – Aroma provokasi kembali tercium di tengah gelombang aksi mahasiswa. Tim Tindak Polres Majalengka, Polda Jawa Barat, mengamankan 126 orang yang diduga kuat bagian dari kelompok Anarko, Senin (1/9/2025). Mereka ditangkap sebelum sempat bergabung dengan massa aksi di sekitar Gedung DPRD Majalengka.
Kapolres Majalengka, AKBP Willy Andrian, menegaskan bahwa ratusan orang itu bukan bagian dari elemen mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan aspirasi. “Mereka kelompok yang diduga Anarko dengan tujuan menciptakan situasi chaos,” ujarnya.
Dari jumlah yang diamankan, 72 orang berstatus dewasa, sementara 52 lainnya masih pelajar SMP dan SMA. Ironisnya, sekitar 80 persen dari mereka ketahuan bolos sekolah demi ikut aksi.
BACA: Propam Polri dan Kompolnas Bantah Isu Manipulasi Kasus Penabrakan Affan Kurniawan
Polisi menemukan barang bukti yang menguatkan dugaan adanya rencana kerusuhan. Parang, gir motor, batu, hingga botol berisi bensin berhasil disita aparat. “Ini bukan aksi aspirasi, ini jelas indikasi aksi anarkis,” tegas Kapolres.
Para terduga Anarko tidak hanya berasal dari Majalengka, melainkan juga dari daerah sekitar seperti Sumedang, Indramayu, hingga Cirebon. Semua langsung digelandang ke Mapolres Majalengka untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kapolres Majalengka memastikan pihaknya tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi provokator yang ingin merusak jalannya aksi mahasiswa. “Alhamdulillah, seluruhnya berhasil diamankan. Saat ini dalam pemeriksaan dan pendalaman,” tambahnya.
BACA: Polisi Terluka Saat Ricuh Demo, Prabowo: Mereka Akan Dapat KPLB
Meski begitu, polisi menegaskan tetap menghormati hak menyampaikan pendapat di muka umum selama dilakukan damai dan sesuai aturan hukum.
Aksi Mahasiswa Tetap Kondusif
Dengan langkah cepat aparat, aksi mahasiswa di Majalengka berjalan tertib hingga selesai. Potensi kericuhan berhasil diputus sejak dini, meski ancaman provokasi masih selalu mengintai di balik gerakan massa.
Catatan Baralak Nusantara
Fenomena munculnya pelajar SMP dan SMA dalam barisan terduga Anarko harus menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat. Ada sesuatu yang salah ketika anak-anak sekolah meninggalkan bangku belajar, justru terseret arus provokasi jalanan yang berujung kriminal.
Siapa yang mengorganisir? Siapa yang menunggangi? Pertanyaan itu tak boleh berhenti di ruang spekulasi. Aparat harus menelusuri siapa aktor intelektual di balik mobilisasi pelajar ke arena konflik.
Kebebasan berpendapat adalah hak, tapi mengorbankan masa depan generasi muda demi chaos adalah pengkhianatan terhadap bangsa.
Reporter: Zay